2017. What a year. Part 1
Tidak terasa 2 minggu sudah berlalu sejak memasuki tahun 2018. Dalam khotbah awal tahun, Pak Agus mengajak semua pendengar untuk merenungkan 3 hal. Pertama, apakah di tahun 2017 kita semakin mengenal Tuhan atau tidak? Kedua, apakah makin mematikan dosa atau tidak? Ketiga, apakah makin rela untuk taat kehendak Tuhan, menyangkal diri, menginjili, dan berkorban?
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, saya bisa dengan mudah menjawab pertanyaan2 ini. Hal-hal yang Tuhan kerjakan dalam hidup saya di tahun 2017 terlalu banyak. Anugerahnya jauh begitu melimpah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, mungkin terbanyak selama saya hidup. Selama di Cairns, saya punya waktu yang banyak, sehingga saya bisa lebih banyak merenung. Saya mencoba untuk kembali mengingat apa saja hal-hal yang Tuhan kerjakan dalam hidup saya selama tahun 2017.
Di akhir tahun 2016, saya menyelesaikan studi S2 saya di Post Graduate Program LSPR-Jakarta. Sembari menunggu waktu wisuda, saya mencoba memikirkan hal yang sangat penting. Apa yang harus saya lakukan setelah ini? Atau lebih tepatnya, apa yang Tuhan mau saya lakukan setelah ini? Saya bersyukur selama menjadi mahasiswa, sempat aktif mengikuti persekutuan mahasiswa di FIRES. Di sana Vik. Edward dan dr. Diana selaku pembimbing selalu mengajarkan kepada kami kaum mahasiswa tentang cara berpikir Kristen. Khususnya Ko Ed, dengan gayanya yang khas, sering memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing pemikiran kami. Beliau seringkali bertanya, "Kuliah pilih jurusan ini buat apa? Apakah yakin kalo memang Tuhan suruh untuk pilih itu?". "Kita sering sekali aneh, bukannya mencari pimpinan Tuhan baru memilih jurusan, tetapi kita malah memilih lalu minta Tuhan untuk pimpin", kira-kira itu yang disampaikan.
Sejak itu saya mulai belajar satu hal, cari dulu pimpinan Tuhan akan suatu hal, bukannya pilih sendiri lalu minta Tuhan agar pimpin. Sehingga menjelang kelulusan, saya kembali bertanya kepada Tuhan, apa yang Tuhan mau saya kerjakan setelah ini? Saya kemudian menghadapi 4 pilihan saat itu. Pertama, bekerja di pemerintahan (khususnya saat itu Ahok masih menjabat sebagai Gubernur DKI). Kedua, bekerja di perusahaan multinasional dan berkarir di sana. Ketiga, pergi ke Australia melalui program WHV (Work and Holiday). Keempat, membuka bisnis sendiri atau meneruskan usaha orangtua.
Saya membagi 4 pilihan tersebut menurut urutan prioritas. Sembari apply, saya minta agar Tuhan menutup jalan kalo itu bukan kehendak Dia. Perjalanan tentang pekerjaan dimulai ketika saya datang dan melakukan interview di Jakarta Smart City (Kantor Gubernur). Saya pergi ke sana, dan mengikuti proses wawancara. Saya ingin sekali bekerja dan turut serta di dalam lingkungan pemerintahan. Tetapi sekali lagi, saya minta agar Tuhan yang buka / tutup jalan sesuai dengan kehendak Dia. Hasilnya negatif, saya tidak di terima di sana.
Sebetulnya usaha saya untuk mencoba bekerja di kantor Gubernur tidak bermula saat ini saja. Saya sudah beberapa kali melamar di Kantor Gubernur tetapi tidak di terima. Pernah satu kali cukup lancar, tinggal buat janji dengan Sekretariat tetapi ujungnya tidak berhasil juga, mungkin memang bukan itu yang Tuhan mau saya kerjakan. Usaha saya untuk bekerja di lingkungan pemerintah tidak berakhir di sini. Saya mengirim lamaran, dan akhirnya diundang kembali untuk wawancara. Kali ini di KSP (Kantor Staf Presiden). Mungkin agak gatau diri juga, tidak lolos di jajaran Gubernur, saya mencoba di jajaran Presiden. Sekali lagi saya tidak berhasil untuk masuk. Meskipun saya ingin sekali untuk bekerja di pemerintahan, tetapi rasanya memang Tuhan tidak memimpin untuk itu.
Setelah yakin bahwa Tuhan tidak memimpin saya untuk bekerja di lingkungan pemerintahan, saya beralih ke perusahaan multinasional yang besar, seperti Nestle, Unilever, P&G, dan lain-lain. Saya pikir setelah masuk di salah satunya, membangun karir di sana, hidup mapan, dan berbagai impian-impian yang umumnya dimiliki oleh kaum pekerja muda. Tetapi selagi lagi, saya tidak berhasil untuk masuk. "Mungkin bukan ini kehendak Tuhan", pikir saya.
Akhirnya saya tiba di opsi ketiga, yaitu WHV (Work and Holiday) di Australia. Saya tidak berniat berbicara banyak terkait program / visa ini. Secara singkat, program ini merupakan kerjasama antara pemerintahan Indonesia dan Australia. Bagi yang lolos, akan mendapatkan visa / izin tinggal dan bekerja di Australia selama satu tahun. Bebas keluar masuk, dan bekerja tanpa batasan jam. Setiap tahunnya, ada 1.000 kuota untuk peserta program ini. Saat saya apply, angkanya sudah mencapai sekitar 890, sehingga sebetulnya sudah mepet juga. Saya kemudian berdoa lagi kepada Tuhan. Jika ini memang kehendak Tuhan, pasti jalannya akan dibuka. Jika saya tidak lolos, berarti Tuhan memang mau untuk saya buka bisnis sendiri saja.
Di bulan Februari 2017, setelah menjalani berbagai proses (wawancara, tes IELTS, medical check-up), dan akhirnya visa saya keluar. Ke kota mana? Belum tahu. Di sana kerja apa? Belum tahu. Tetapi saya yakin bahwa itu memang pimpinan Tuhan. Melalui rekomendasi dari kakak saya, pilihan utama jatuh ke kota Sydney. Ada 2 hal yang menjadi alasan mengapa memilih Sydney. Pertama, saya memiliki saudara di Sydney, sehingga tidak terlalu pusing mengenai tempat tinggal, dan bersyukur juga karena mereka mau untuk menerima saya tinggal di sana. Kedua, karena ada GRII Sydney. Sejak berada di sana selama setahun, kakak saya tidak henti-hentinya bercerita mengenai GRII Sydney. Dia juga menceritakan bagaimana dia bertumbuh selama beribadah di sana.
Saya akhirnya memiliki suatu rencana. Saya akan pergi ke Sydney selama satu tahun, mengumpulkan uang di sana, kemudian kembali ke Jakarta untuk membuka bisnis. Tidak terlintas di pemikiran saya untuk tinggal lebih dari setahun, dan juga aktif di gereja. Saya hanya berpikir untuk bekerja di situ, dan tentu beribadah di hari minggu, tetapi tidak lebih dari itu. Sama sekali tidak terpikir untuk aktif di GRII Sydney. Tetapi ada 2 hal yang terjadi tepat sebelum kepergian saya di bulan April 2017.
2 minggu sebelum berangkat, saya mengikuti ibadah minggu di GRII Pusat. Saat itu Tuhan berbicara dengan jelas sekali melalui Firmannya (Tuhan selalu memakai Firman untuk memberitahukan kehendakNya) yang dikhotbahkan dari Yakobus (James 4:13-15): Look here, you who say, "Today or tomorrow we are going to a certain town and will stay there a year. We will do business there and make a profit." How do you know what your life will be like tomorrow? Your life is like the morning fog-it's here a little while, then it's gone. What you ought to say is, "If the Lord wants us to, we will live and do this or that."
Setelah Tuhan berbicara begitu jelas, saya merubah cara berpikir saya. Seakan-akan Tuhan mengatakan kepada saya untuk selama setahun di Sydney, jangan hanya pikir untuk cari uang saja. Cari apa yang Tuhan memang mau saya kerjakan selama di situ. Sejak saat itu saya mulai berpikir untuk aktif di gereja. Saya tidak hanya akan datang ibadah hari Minggu saja, tetapi juga di hari Sabtu untuk mengikuti Persekutuan Doa dan Persekutuan Pemuda & Pekerja.
Satu minggu sebelum keberangkatan, lagi-lagi Tuhan berbicara dengan sangat jelas. Melalui Firman yang berbeda, Hamba Tuhan yang berbeda, tetapi saya tahu dengan pasti bahwa itu adalah pesan dari Tuhan. "Kita seringkali tidak adil sama Tuhan. Kalo diminta untuk pelayanan, kita bisa bilang nanti dulu liat pimpinan Tuhan. Tetapi apakah dalam mengambil keputusan-keputusan penting apakah kita bertanya kepada Tuhan?", kira-kira itu kalimat yang disampaikan saat itu. Saya menyadari bahwa dalam hidup saya seringkali tidak adil sama Tuhan. Jika nanti, selama saya di Sydney dan Tuhan kasih untuk pelayanan, saya pasti ambil / kerjakan (tetapi bukan saya yang minta untuk pelayanan).
Akhirnya pada tanggal 04 April 2017, saya berangkat ke Sydney, Australia. Mau kerja apa? Belum tahu. Di sana mau ngapain? Belum tahu. Tetapi melalui 2 hal yang Tuhan sampaikan dalam 2 minggu sebelum keberangkatan, semakin mengkonfirmasi bahwa ini adalah pimpinan Tuhan. Sekian Part 1. Kelanjutan mengenai apa saja yang Tuhan kerjakan selama saya di Sydney akan berlanjut di Part 2.
Semoga memberkati. Soli Deo Gloria.
Dino
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, saya bisa dengan mudah menjawab pertanyaan2 ini. Hal-hal yang Tuhan kerjakan dalam hidup saya di tahun 2017 terlalu banyak. Anugerahnya jauh begitu melimpah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, mungkin terbanyak selama saya hidup. Selama di Cairns, saya punya waktu yang banyak, sehingga saya bisa lebih banyak merenung. Saya mencoba untuk kembali mengingat apa saja hal-hal yang Tuhan kerjakan dalam hidup saya selama tahun 2017.
Di akhir tahun 2016, saya menyelesaikan studi S2 saya di Post Graduate Program LSPR-Jakarta. Sembari menunggu waktu wisuda, saya mencoba memikirkan hal yang sangat penting. Apa yang harus saya lakukan setelah ini? Atau lebih tepatnya, apa yang Tuhan mau saya lakukan setelah ini? Saya bersyukur selama menjadi mahasiswa, sempat aktif mengikuti persekutuan mahasiswa di FIRES. Di sana Vik. Edward dan dr. Diana selaku pembimbing selalu mengajarkan kepada kami kaum mahasiswa tentang cara berpikir Kristen. Khususnya Ko Ed, dengan gayanya yang khas, sering memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing pemikiran kami. Beliau seringkali bertanya, "Kuliah pilih jurusan ini buat apa? Apakah yakin kalo memang Tuhan suruh untuk pilih itu?". "Kita sering sekali aneh, bukannya mencari pimpinan Tuhan baru memilih jurusan, tetapi kita malah memilih lalu minta Tuhan untuk pimpin", kira-kira itu yang disampaikan.
Sejak itu saya mulai belajar satu hal, cari dulu pimpinan Tuhan akan suatu hal, bukannya pilih sendiri lalu minta Tuhan agar pimpin. Sehingga menjelang kelulusan, saya kembali bertanya kepada Tuhan, apa yang Tuhan mau saya kerjakan setelah ini? Saya kemudian menghadapi 4 pilihan saat itu. Pertama, bekerja di pemerintahan (khususnya saat itu Ahok masih menjabat sebagai Gubernur DKI). Kedua, bekerja di perusahaan multinasional dan berkarir di sana. Ketiga, pergi ke Australia melalui program WHV (Work and Holiday). Keempat, membuka bisnis sendiri atau meneruskan usaha orangtua.
Saya membagi 4 pilihan tersebut menurut urutan prioritas. Sembari apply, saya minta agar Tuhan menutup jalan kalo itu bukan kehendak Dia. Perjalanan tentang pekerjaan dimulai ketika saya datang dan melakukan interview di Jakarta Smart City (Kantor Gubernur). Saya pergi ke sana, dan mengikuti proses wawancara. Saya ingin sekali bekerja dan turut serta di dalam lingkungan pemerintahan. Tetapi sekali lagi, saya minta agar Tuhan yang buka / tutup jalan sesuai dengan kehendak Dia. Hasilnya negatif, saya tidak di terima di sana.
Sebetulnya usaha saya untuk mencoba bekerja di kantor Gubernur tidak bermula saat ini saja. Saya sudah beberapa kali melamar di Kantor Gubernur tetapi tidak di terima. Pernah satu kali cukup lancar, tinggal buat janji dengan Sekretariat tetapi ujungnya tidak berhasil juga, mungkin memang bukan itu yang Tuhan mau saya kerjakan. Usaha saya untuk bekerja di lingkungan pemerintah tidak berakhir di sini. Saya mengirim lamaran, dan akhirnya diundang kembali untuk wawancara. Kali ini di KSP (Kantor Staf Presiden). Mungkin agak gatau diri juga, tidak lolos di jajaran Gubernur, saya mencoba di jajaran Presiden. Sekali lagi saya tidak berhasil untuk masuk. Meskipun saya ingin sekali untuk bekerja di pemerintahan, tetapi rasanya memang Tuhan tidak memimpin untuk itu.
Setelah yakin bahwa Tuhan tidak memimpin saya untuk bekerja di lingkungan pemerintahan, saya beralih ke perusahaan multinasional yang besar, seperti Nestle, Unilever, P&G, dan lain-lain. Saya pikir setelah masuk di salah satunya, membangun karir di sana, hidup mapan, dan berbagai impian-impian yang umumnya dimiliki oleh kaum pekerja muda. Tetapi selagi lagi, saya tidak berhasil untuk masuk. "Mungkin bukan ini kehendak Tuhan", pikir saya.
Akhirnya saya tiba di opsi ketiga, yaitu WHV (Work and Holiday) di Australia. Saya tidak berniat berbicara banyak terkait program / visa ini. Secara singkat, program ini merupakan kerjasama antara pemerintahan Indonesia dan Australia. Bagi yang lolos, akan mendapatkan visa / izin tinggal dan bekerja di Australia selama satu tahun. Bebas keluar masuk, dan bekerja tanpa batasan jam. Setiap tahunnya, ada 1.000 kuota untuk peserta program ini. Saat saya apply, angkanya sudah mencapai sekitar 890, sehingga sebetulnya sudah mepet juga. Saya kemudian berdoa lagi kepada Tuhan. Jika ini memang kehendak Tuhan, pasti jalannya akan dibuka. Jika saya tidak lolos, berarti Tuhan memang mau untuk saya buka bisnis sendiri saja.
Di bulan Februari 2017, setelah menjalani berbagai proses (wawancara, tes IELTS, medical check-up), dan akhirnya visa saya keluar. Ke kota mana? Belum tahu. Di sana kerja apa? Belum tahu. Tetapi saya yakin bahwa itu memang pimpinan Tuhan. Melalui rekomendasi dari kakak saya, pilihan utama jatuh ke kota Sydney. Ada 2 hal yang menjadi alasan mengapa memilih Sydney. Pertama, saya memiliki saudara di Sydney, sehingga tidak terlalu pusing mengenai tempat tinggal, dan bersyukur juga karena mereka mau untuk menerima saya tinggal di sana. Kedua, karena ada GRII Sydney. Sejak berada di sana selama setahun, kakak saya tidak henti-hentinya bercerita mengenai GRII Sydney. Dia juga menceritakan bagaimana dia bertumbuh selama beribadah di sana.
Saya akhirnya memiliki suatu rencana. Saya akan pergi ke Sydney selama satu tahun, mengumpulkan uang di sana, kemudian kembali ke Jakarta untuk membuka bisnis. Tidak terlintas di pemikiran saya untuk tinggal lebih dari setahun, dan juga aktif di gereja. Saya hanya berpikir untuk bekerja di situ, dan tentu beribadah di hari minggu, tetapi tidak lebih dari itu. Sama sekali tidak terpikir untuk aktif di GRII Sydney. Tetapi ada 2 hal yang terjadi tepat sebelum kepergian saya di bulan April 2017.
2 minggu sebelum berangkat, saya mengikuti ibadah minggu di GRII Pusat. Saat itu Tuhan berbicara dengan jelas sekali melalui Firmannya (Tuhan selalu memakai Firman untuk memberitahukan kehendakNya) yang dikhotbahkan dari Yakobus (James 4:13-15): Look here, you who say, "Today or tomorrow we are going to a certain town and will stay there a year. We will do business there and make a profit." How do you know what your life will be like tomorrow? Your life is like the morning fog-it's here a little while, then it's gone. What you ought to say is, "If the Lord wants us to, we will live and do this or that."
Setelah Tuhan berbicara begitu jelas, saya merubah cara berpikir saya. Seakan-akan Tuhan mengatakan kepada saya untuk selama setahun di Sydney, jangan hanya pikir untuk cari uang saja. Cari apa yang Tuhan memang mau saya kerjakan selama di situ. Sejak saat itu saya mulai berpikir untuk aktif di gereja. Saya tidak hanya akan datang ibadah hari Minggu saja, tetapi juga di hari Sabtu untuk mengikuti Persekutuan Doa dan Persekutuan Pemuda & Pekerja.
Satu minggu sebelum keberangkatan, lagi-lagi Tuhan berbicara dengan sangat jelas. Melalui Firman yang berbeda, Hamba Tuhan yang berbeda, tetapi saya tahu dengan pasti bahwa itu adalah pesan dari Tuhan. "Kita seringkali tidak adil sama Tuhan. Kalo diminta untuk pelayanan, kita bisa bilang nanti dulu liat pimpinan Tuhan. Tetapi apakah dalam mengambil keputusan-keputusan penting apakah kita bertanya kepada Tuhan?", kira-kira itu kalimat yang disampaikan saat itu. Saya menyadari bahwa dalam hidup saya seringkali tidak adil sama Tuhan. Jika nanti, selama saya di Sydney dan Tuhan kasih untuk pelayanan, saya pasti ambil / kerjakan (tetapi bukan saya yang minta untuk pelayanan).
Akhirnya pada tanggal 04 April 2017, saya berangkat ke Sydney, Australia. Mau kerja apa? Belum tahu. Di sana mau ngapain? Belum tahu. Tetapi melalui 2 hal yang Tuhan sampaikan dalam 2 minggu sebelum keberangkatan, semakin mengkonfirmasi bahwa ini adalah pimpinan Tuhan. Sekian Part 1. Kelanjutan mengenai apa saja yang Tuhan kerjakan selama saya di Sydney akan berlanjut di Part 2.
Semoga memberkati. Soli Deo Gloria.
Dino
Comments
Post a Comment