Absolute surrender to Him
12 hari telah berlalu sejak pertama kali saya menginjakkan kaki di kota Cairns, Queensland, Australia. Pindah ke suatu kota yang asing, mencari tempat tinggal, pekerjaan yang baru, bukan perihal yang mudah. Seseorang bisa saja terlihat begitu rohani dari luar, tetapi waktu dan momen saat sendirian lah yang menyingkapkan apakah seseorang itu murni atau tidak.
Dalam beberapa minggu sebelum keberangkatan, saya yakin dan tau bahwa Tuhan memang suruh saya untuk pergi ke Cairns. Sebagai kota yang ramai dikunjungi turis, Cairns membuka banyak sekali peluang untuk bekerja di bidang Hospitality / Tourism, sesuatu yang menjadi syarat untuk apply visa second year. Jika kita melihat dari segitu waktu, bulan November - Januari seharusnya sangat mendukung. Bulan-bulan ini biasanya akan banyak turis yang datang dan banyak lowongan pekerjaan, baik di Cafe, Restaurant, atau Hotel.
Sesampainya di Cairns, saya pergi ke daerah City, jalan-jalan melihat lokasi sekitar, dan pergi keliling untuk drop in resume. Awalnya saya mengira mencari pekerjaan akan cukup mudah, mengingat bulan-bulan ini di mana akan banyak turis yang datang, tetapi ternyata kondisi keadaan di luar ekspektasi saya. Banyak tempat yang saya masuki menolak menerima resume, mereka mengatakan bahwa sedang tidak melakukan rekrutmen, khususnya belakangan ini karena sangat sepi sekali.
Selama saya berkeliling, saya bisa melihat pekerja-pekerja cafe, restaurant, tour agent yang biasa selalu sibuk melayani customer, tapi kini berdiri saja di luar tempat kerja mereka, sebab tidak ada konsumen di dalamnya. Melihat ini saya menyadari, "Wah, ini masalah besar. Segala sesuatu tidak sesuai dengan ekspektasi. Mencari pekerjaan, apalagi hanya untuk 3-4 bulan, akan jauh lebih sulit dari yang saya duga sebelumnya."
Beberapa hari kemudian, saya mendapatkan telpon untuk mengatur jadwal interview. Setelah menerima telpon tersebut, saya cukup tenang. "Semua akan baik-baik saja", begitu pikir saya. Tapi ternyata tidak ada kelanjutan kabar mengenai interview tersebut, bahkan hingga hari ini. Di waktu yang lain, saya juga mendapat undangan untuk interview, sudah interview, tetapi tidak ada lagi kelanjutannya hingga hari ini.
Hari demi hari terus berlalu, di dalam kondisi sendiri ini, kekuatiran dan pikiran-pikiran yang negatif mulai muncul. Saya mulai mempertanyakan apakah Tuhan memang memimpin saya untuk pindah ke Cairns? Apa iya kalo Tuhan mau saya untuk apply second year di Australia? Segala kekuatiran ini membuat hari saya tidak efektif, memikirkan hal-hal yang tidak perlu dan sebetulnya tidak ada. Tentu saya terus berdoa agar kiranya Tuhan segera mengambil pikiran-pikiran yang negatif tersebut. Tetapi hal itu terus muncul dan merisaukan hati saya.
Di dalam waktu 3-4 bulan ini, saya membuat target untuk membaca Alkitab paling tidak satu kali dari Genesis hingga Revelation, kalo bisa dua atau tiga kali. Saya melakukan pembacaan secara berurutan dari kitab Genesis, sekaligus me-refresh segala cerita yang pernah saya baca sebelumnya. Melihat kondisi Cairns yang sepi seperti sekarang ini, sempat terpikir oleh saya, "Mengapa Tuhan mengirim saya ke kota yang kering seperti ini?". Bukankah seharusnya jika Dia menyertai, segalanya akan berlangsung dengan baik?
Pembacaan Alkitab saya sampai ke Genesis 12, di mana Tuhan memanggil Abraham untuk pergi ke Kanaan. Bukankah Tuhan dengan jelas menyuruh dia untuk pergi? Tetapi mengapa sesampainya dia di Kanaan, yang ditemukannya adalah bencana kelaparan di negeri tersebut, sehingga mereka perlu mengungsi ke Mesir? Kisah ini menjadi suatu jawaban untuk saya pribadi dari Tuhan. Hal ini mengkonfirmasi saya, meskipun di tengah kekeringan yang ada sekarang ini, bukan berarti bahwa Tuhan tidak menyertai.
Beberapa hari kemudian, kegelisahan dan kekuatiran itu mulai muncul kembali. Dalam waktu banyak yang kosong ini, seringkali muncul banyak 'self-thought' yang tidak perlu dan seringkali jahat. Lagi-lagi, saya mempertanyakan apa benar Tuhan memang suruh saya pergi ke sini? Apakah lebih baik untuk saya kembali ke Sydney atau bahkan kembali ke Jakarta?
Pembacaan Alkitab saya akhirnya sampai ke bagian Exodus. Di sana saya menemukan bagaimana sikap orang Israel yang di bawa Tuhan keluar dari penjajahan di Mesir. Awalnya mereka begitu semangat dan memuji Tuhan, mereka menjadi saksi mata betapa besarnya keajaiban yang diperlihatkan oleh Tuhan, sebut saja tulah-tulah di Mesir, laut Teberau yang terbelah dua, Manna yang turun setiap hari dari langit, Air yang keluar dari batu, dan banyak lagi. Tetapi seiring dengan perjalanan, mereka mulai mengeluh, mereka ingin makan semangka, ketimun, daging, bahkan terpikir oleh mereka untuk kembali ke Mesir. Mungkin puncaknya adalah saat Musa di gunung Sinai selama 40 hari, mereka mulai gelisah dan akhirnya membuat dan menyembah anak lembu emas.
Kisah ini kembali menjadi teguran dari Tuhan untuk saya secara pribadi. PimpinanNya terlihat jelas sejak sebelum saya pergi ke Australia, kemudian selama 7 bulan terakhir di Sydney pun Dia terus memberikan pimpinan yang luar biasa, dan bisa dibilang begitu banyak Mujizat yang terjadi. Tetapi mengapa di saat ini, hanya dalam waktu beberapa hari saja, saya mulai mempertanyakan pimpinan Tuhan. Oh betapa kecilnya iman yang saya miliki.
Bersyukur ada banyak orang-orang terdekat yang terus memberikan semangat dan pastinya mendoakan juga. Berkali-kali naik turun, dan minta agar Tuhan terus pelihara. Setelah 10 hari berlalu, saya mulai memikirkan Plan B yang harus saya lakukan jika hingga tanggal tertentu belum ada suatu kejelasan, saya sudah tau harus ngapain. Tanpa disadari, saya masuk ke situasi di mana saya melihat ada kesulitan, lalu memikirkan solusi berdasarkan inisiatif sendiri, tanpa meminta petunjuk dan pimpinan dari Tuhan.
Hingga akhirnya pagi ini, melalui Firman Tuhan yang dibawakan oleh Paul Washer, saya mendapatkan teguran dari Tuhan yang cukup jelas. Ini beberapa kalimat dari dalam khotbahnya:
"Is it not a sin? To take the matter in our own hands? And we've been taught that even in our own culture.
Man needs a car, doesn't have money for it, what does He do? Goes to the bank. Takes the matter into his own hands, by his own initiative and gets the job done. And he's in bondage to it.
He said if a man says, I.. I need a car. Have no money, Father, I need a house, I have no money.
Father. I want to do this thing in the name of Jesus Christ, and in the ministry, but Father, I will initiate nothing! Show me, lead me, guide me. Absolute surrender to Him. Absolute surrender. "
Melalui khotbah ini, saya ditegur karena mengandalkan dan mengambil suatu inisiatif sendiri dalam menyelesaikan suatu masalah. Pergi ke suatu kota yang asing, mencari pekerjaan di sana, bertemu dengan orang-orang yang tidak pernah kenal saya sebelumnya, tidak ada networking, membuat saya belajar satu hal, "Absolute surrender to Him".
Saya belajar bahwa diri sendiri tidak ada apa-apanya, nothing. Jika saya bisa mendapatkan pekerjaan, itu murni adalah anugerahNya saja. Saya menyadari bahwa diri sendiri hanyalah seorang pengemis di hadapan Dia, tidak lebih. Hanya dengan sebuah lutut, hati yang hancur, kita datang meminta belas kasihan dari Dia. Kalimat dari Luther, "We are beggars" terasa begitu nyata untuk saya.
Saya tidak tahu gimana kedepannya, apakah akan dapat pekerjaan atau tidak. Saya tidak tahu kalo Tuhan akan izinkan saya untuk dapatkan kuota hari kerja untuk apply second year atau tidak. Saya tidak tahu apakah Tuhan mau saya kembali ke Sydney dan melayani di sana atau Tidak. Tetapi yang saya tahu cuma satu, ikut pimpinan Tuhan, berusaha sebaik mungkin, sisanya absolute surrender to Him.
Semoga memberkati. Soli Deo Gloria
Dino
Dalam beberapa minggu sebelum keberangkatan, saya yakin dan tau bahwa Tuhan memang suruh saya untuk pergi ke Cairns. Sebagai kota yang ramai dikunjungi turis, Cairns membuka banyak sekali peluang untuk bekerja di bidang Hospitality / Tourism, sesuatu yang menjadi syarat untuk apply visa second year. Jika kita melihat dari segitu waktu, bulan November - Januari seharusnya sangat mendukung. Bulan-bulan ini biasanya akan banyak turis yang datang dan banyak lowongan pekerjaan, baik di Cafe, Restaurant, atau Hotel.
Sesampainya di Cairns, saya pergi ke daerah City, jalan-jalan melihat lokasi sekitar, dan pergi keliling untuk drop in resume. Awalnya saya mengira mencari pekerjaan akan cukup mudah, mengingat bulan-bulan ini di mana akan banyak turis yang datang, tetapi ternyata kondisi keadaan di luar ekspektasi saya. Banyak tempat yang saya masuki menolak menerima resume, mereka mengatakan bahwa sedang tidak melakukan rekrutmen, khususnya belakangan ini karena sangat sepi sekali.
Selama saya berkeliling, saya bisa melihat pekerja-pekerja cafe, restaurant, tour agent yang biasa selalu sibuk melayani customer, tapi kini berdiri saja di luar tempat kerja mereka, sebab tidak ada konsumen di dalamnya. Melihat ini saya menyadari, "Wah, ini masalah besar. Segala sesuatu tidak sesuai dengan ekspektasi. Mencari pekerjaan, apalagi hanya untuk 3-4 bulan, akan jauh lebih sulit dari yang saya duga sebelumnya."
Beberapa hari kemudian, saya mendapatkan telpon untuk mengatur jadwal interview. Setelah menerima telpon tersebut, saya cukup tenang. "Semua akan baik-baik saja", begitu pikir saya. Tapi ternyata tidak ada kelanjutan kabar mengenai interview tersebut, bahkan hingga hari ini. Di waktu yang lain, saya juga mendapat undangan untuk interview, sudah interview, tetapi tidak ada lagi kelanjutannya hingga hari ini.
Hari demi hari terus berlalu, di dalam kondisi sendiri ini, kekuatiran dan pikiran-pikiran yang negatif mulai muncul. Saya mulai mempertanyakan apakah Tuhan memang memimpin saya untuk pindah ke Cairns? Apa iya kalo Tuhan mau saya untuk apply second year di Australia? Segala kekuatiran ini membuat hari saya tidak efektif, memikirkan hal-hal yang tidak perlu dan sebetulnya tidak ada. Tentu saya terus berdoa agar kiranya Tuhan segera mengambil pikiran-pikiran yang negatif tersebut. Tetapi hal itu terus muncul dan merisaukan hati saya.
Di dalam waktu 3-4 bulan ini, saya membuat target untuk membaca Alkitab paling tidak satu kali dari Genesis hingga Revelation, kalo bisa dua atau tiga kali. Saya melakukan pembacaan secara berurutan dari kitab Genesis, sekaligus me-refresh segala cerita yang pernah saya baca sebelumnya. Melihat kondisi Cairns yang sepi seperti sekarang ini, sempat terpikir oleh saya, "Mengapa Tuhan mengirim saya ke kota yang kering seperti ini?". Bukankah seharusnya jika Dia menyertai, segalanya akan berlangsung dengan baik?
Pembacaan Alkitab saya sampai ke Genesis 12, di mana Tuhan memanggil Abraham untuk pergi ke Kanaan. Bukankah Tuhan dengan jelas menyuruh dia untuk pergi? Tetapi mengapa sesampainya dia di Kanaan, yang ditemukannya adalah bencana kelaparan di negeri tersebut, sehingga mereka perlu mengungsi ke Mesir? Kisah ini menjadi suatu jawaban untuk saya pribadi dari Tuhan. Hal ini mengkonfirmasi saya, meskipun di tengah kekeringan yang ada sekarang ini, bukan berarti bahwa Tuhan tidak menyertai.
Beberapa hari kemudian, kegelisahan dan kekuatiran itu mulai muncul kembali. Dalam waktu banyak yang kosong ini, seringkali muncul banyak 'self-thought' yang tidak perlu dan seringkali jahat. Lagi-lagi, saya mempertanyakan apa benar Tuhan memang suruh saya pergi ke sini? Apakah lebih baik untuk saya kembali ke Sydney atau bahkan kembali ke Jakarta?
Pembacaan Alkitab saya akhirnya sampai ke bagian Exodus. Di sana saya menemukan bagaimana sikap orang Israel yang di bawa Tuhan keluar dari penjajahan di Mesir. Awalnya mereka begitu semangat dan memuji Tuhan, mereka menjadi saksi mata betapa besarnya keajaiban yang diperlihatkan oleh Tuhan, sebut saja tulah-tulah di Mesir, laut Teberau yang terbelah dua, Manna yang turun setiap hari dari langit, Air yang keluar dari batu, dan banyak lagi. Tetapi seiring dengan perjalanan, mereka mulai mengeluh, mereka ingin makan semangka, ketimun, daging, bahkan terpikir oleh mereka untuk kembali ke Mesir. Mungkin puncaknya adalah saat Musa di gunung Sinai selama 40 hari, mereka mulai gelisah dan akhirnya membuat dan menyembah anak lembu emas.
Kisah ini kembali menjadi teguran dari Tuhan untuk saya secara pribadi. PimpinanNya terlihat jelas sejak sebelum saya pergi ke Australia, kemudian selama 7 bulan terakhir di Sydney pun Dia terus memberikan pimpinan yang luar biasa, dan bisa dibilang begitu banyak Mujizat yang terjadi. Tetapi mengapa di saat ini, hanya dalam waktu beberapa hari saja, saya mulai mempertanyakan pimpinan Tuhan. Oh betapa kecilnya iman yang saya miliki.
Bersyukur ada banyak orang-orang terdekat yang terus memberikan semangat dan pastinya mendoakan juga. Berkali-kali naik turun, dan minta agar Tuhan terus pelihara. Setelah 10 hari berlalu, saya mulai memikirkan Plan B yang harus saya lakukan jika hingga tanggal tertentu belum ada suatu kejelasan, saya sudah tau harus ngapain. Tanpa disadari, saya masuk ke situasi di mana saya melihat ada kesulitan, lalu memikirkan solusi berdasarkan inisiatif sendiri, tanpa meminta petunjuk dan pimpinan dari Tuhan.
Hingga akhirnya pagi ini, melalui Firman Tuhan yang dibawakan oleh Paul Washer, saya mendapatkan teguran dari Tuhan yang cukup jelas. Ini beberapa kalimat dari dalam khotbahnya:
"Is it not a sin? To take the matter in our own hands? And we've been taught that even in our own culture.
Man needs a car, doesn't have money for it, what does He do? Goes to the bank. Takes the matter into his own hands, by his own initiative and gets the job done. And he's in bondage to it.
He said if a man says, I.. I need a car. Have no money, Father, I need a house, I have no money.
Father. I want to do this thing in the name of Jesus Christ, and in the ministry, but Father, I will initiate nothing! Show me, lead me, guide me. Absolute surrender to Him. Absolute surrender. "
Melalui khotbah ini, saya ditegur karena mengandalkan dan mengambil suatu inisiatif sendiri dalam menyelesaikan suatu masalah. Pergi ke suatu kota yang asing, mencari pekerjaan di sana, bertemu dengan orang-orang yang tidak pernah kenal saya sebelumnya, tidak ada networking, membuat saya belajar satu hal, "Absolute surrender to Him".
Saya belajar bahwa diri sendiri tidak ada apa-apanya, nothing. Jika saya bisa mendapatkan pekerjaan, itu murni adalah anugerahNya saja. Saya menyadari bahwa diri sendiri hanyalah seorang pengemis di hadapan Dia, tidak lebih. Hanya dengan sebuah lutut, hati yang hancur, kita datang meminta belas kasihan dari Dia. Kalimat dari Luther, "We are beggars" terasa begitu nyata untuk saya.
Saya tidak tahu gimana kedepannya, apakah akan dapat pekerjaan atau tidak. Saya tidak tahu kalo Tuhan akan izinkan saya untuk dapatkan kuota hari kerja untuk apply second year atau tidak. Saya tidak tahu apakah Tuhan mau saya kembali ke Sydney dan melayani di sana atau Tidak. Tetapi yang saya tahu cuma satu, ikut pimpinan Tuhan, berusaha sebaik mungkin, sisanya absolute surrender to Him.
Semoga memberkati. Soli Deo Gloria
Dino
Comments
Post a Comment