Kerjakan segala sesuatu untuk Tuhan
Cerita mengenai kesuksesan orang lain yang bekerja di luar negeri menjadi sesuatu yang enak di telinga kita. Tetapi cerita itu tidak hanya berhenti di situ saja. Begitu banyak "cerita belakang layar" yang lebih sering disimpan untuk diri sendiri ketimbang diceritakan ke orang lain. Jika orang menanyakan kepada kita bagaimana kerja di luar negeri, mudah bagi kita untuk menceritakan keindahan, besarnya gaji, apalagi kalo di kurs kan ke mata uang negeri asal.
Kita jarang sekali menceritakan sisi lain dari bekerja di luar negeri, misalnya: pengeluaran yang besar, kesendirian, maupun tingkat stress yang tinggi. Sydney adalah satu kota yang menarik banyak orang untuk datang dan bekerja, apalagi dengan upah kerja minimum yang terbilang cukup besar. Saya pun datang dengan suatu pemikiran bisa hidup nyaman, enak, sambil banyak menabung.
Apakah gajinya besar? Mungkin iya. Apakah hidupnya nyaman? Hampir pasti tidak. Saya tidak bisa melihat dari perspektif orang-orang yang memang warga negara / memiliki status permanen di negara ini. Tetapi saya bisa melihat dari sudut pandang pemilik visa WHV / Student. Banyak yang datang dengan pemikiran untuk mencari uang sebanyak-banyaknya. Biaya hidup yang mahal, tempat tinggal, makan, transportasi, bahkan internet membuat orang terpaksa mencari kerja di beberapa tempat sekaligus (casual). Sehingga mau tidak mau untuk mendapatkan uang lebih, hari minggu yang sepatutnya untuk gereja pun harus "dikorbankan".
Saya pernah mengalami sendiri, dan mendengar keluhan orang lain tentang stress hidup di kota ini (Sydney). "Kerja sudah capek secara fisik, baru pulang ke rumah sebentar, udah lanjut ke kerjaan lain. Tapi kalo gak gini, gak bisa nutup biaya sekolah, tinggal, makan, dan lain-lain. Tiap hari kayak gini, gimanalah mau ke gereja hari Sabtu dan Minggu. Denger khotbahnya juga ga konsen."
Saya kemudian menyadari bahwa ada sesuatu yang keliru dalam cara pandang ini. Kita sebagai orang Kristen tidak hidup dalam dua identitas yang berbeda, identitas kita hari Senin - Jumat (bekerja) tidak berbeda dengan identitas kita hari Sabtu-Minggu (bergereja). Kita sebagai pribadi yang hidup di dunia kuliah, dunia kerja, adalah kita yang sama di dalam kita bergereja. Jika tidak, ini bahaya sekali, seperti ada dua pribadi yang hidup di dalam diri kita.
Dalam suatu khotbah di acara retreat Becoming a Wordly Saint, pak Agus menyinggung bahwa manusia memiliki banyak dimensi di dalam hidupnya. Tetapi melalui Kristus yang telah menebus kita, semua dimensi hidup kita menjadi satu integrasi. Saya percaya bahwa sekolah, kuliah, dan bekerja bukanlah sebuah kutukan, sehingga perlu penghiburan / pembiusan melalui khotbah yang menyenangkan telinga agar keesokan harinya kita siap menerima kutukan itu lagi. Saya mau katakan, Tidak! Kekristenan bukan opium!
Saya mengajak kita mengajak kita mengacu ke satu bagian dalam Alkitab, yaitu Kolose 3 ayat 23. Ayat ini menjadi salah satu yang saya pakai untuk menjadi acuan dalam kehidupan berkuliah dan bekerja.
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."
Waktu kita bersekolah, berkuliah, bekerja, selalu ingat bahwa ini semua kita kerjakan untuk Tuhan. Saya mulai menyadari prinsip ini waktu mulai berkuliah, itu sebabnya saya belajar dengan serius dan berusaha menjadi yang terbaik, mengingat bahwa saya melakukan ini untuk Tuhan. Saat bekerja pun begitu, selalu memberikan yang terbaik. Orang lain boleh kerja malas-malasan, saya sebagai orang Kristen gak boleh begitu. Orang lain boleh tipu-tipu jam kerja, tapi kita sebagai orang Kristen tidak boleh melakukannya. Sehingga spirit kita dalam berkuliah dan bekerja pun menjadi berbeda, kita tidak akan merasa jenuh dan frustasi sendiri.
Sehingga ibadah kepada Tuhan bukan hanya dilakukan pada hari sabtu-minggu saja, tetapi setiap hari, setiap jam, dan setiap detik bahkan, kita melakukannya untuk Tuhan. Kita harus ingat bahwa untuk bisa berkuliah dan bekerja adalah suatu anugerah yang Tuhan berikan kepada kita, tidak semua orang punya kesempatan untuk itu. Apa yang bisa kita pelajari dan kerjakan sekarang ini adalah sesuatu yang diizinkan oleh Tuhan, sehingga kita perlu sadar bahwa nanti kedepannya jika Tuhan mau pakai kita sudah siap.
Saya akan memberi contoh agar lebih mudah dimengerti. Jika dalam pekerjaan sekarang ini, kita bekerja sebagai supir, lalu ada kesempatan untuk belajar mengemudi truk / bus, kerjakan itu dengan pemikiran bahwa nanti kalo Tuhan perlu saya siap. Siapa tau nanti waktu gereja mau pindahan dan perlu orang yang bisa menyetir truk, kita bisa ikut ambil bagian di dalamnya. Jika kita sebagai bekerja sebagai IT dan mendapatkan kesempatan untuk belajar bkin website, belajarlah sebaik mungkin. Belajar dan kerja sebaik mungkin, gali potensi, sehingga nanti waktu gereja perlu mau bkin website, kita bisa mengatakan, "Gua bisa kerjain itu! Tuhan udah siapin lama untuk gua kerjain itu".
Contoh lainnya misalnya, kita mendapatkan pekerjaan yang menuntut kita berjalan kaki dalam jarak yang jauh. Jika kita menganggapnya sebagai suatu beban, suatu hari akan frustasi dan jenuh sendiri. Tetapi kalo kita pikir bahwa kita mengerjakan ini untuk Tuhan, mungkin ini adalah latihan yang Tuhan persiapkan agar siap menjalankan pekerjaannya. Siapa tau nanti kalo KKR Regional kita bisa ambil rute yang memerlukan jalan kaki yang terjauh? Oh betapa indahnya kalo kita menerapkan segala sesuatu, khususnya dalam studi dan bekerja dengan pemikiran bahwa kerjalan segala sesuatu untuk Tuhan. Di sekolah, kampus, tempat kerja kita bisa "pamer" bahwa kita adalah orang Kristen. Selalu kerjakan yang terbaik, dengan pemikiran bahwa segala sesuatu dikerjakan untuk Tuhan.
Saya kembali teringat beberapa peristiwa yang membuat saya semakin yakin dengan konsep ini. Misalnya pada waktu retreat gereja yang lalu, ada masalah yang terjadi dalam persiapan konsumsi. Makanan telat datang, dan ternyata banyak yang perlu kita kerjakan, misalnya bersih-bersih sendiri. Dalam situasi yang tidak terduga, ada salah satu pengurus yang dengan sigap mengerjakan semuanya. Dia dengan tenang mempersiapkan makanan, mengajari cara menggunakan mesin ini-itu, dan lain-lain. Kemudian saya baru ingat, dia ternyata pernah beberapa tahun bekerja di restoran fast food sehingga menjadi manajer di situ. Tuhan persiapkan dia sejak lama, untuk suatu saat kalo Tuhan mau pakai, dia bisa siap. Saat waktunya tiba, dia siap untuk kerjakan itu. Sebab kalo pas mau dipakai baru mau belajar mah uda keburu lagi.
Sungguh tepat yang dikatakan Spurgeon di dalam bukunya yang berjudul "Being God's Friend". Dia mengatakan, "Common life is the true place in which to prove the truth of godliness and bring glory to God. Not by doing extraordinary works, but by the piety of ordinary life, is the Christian known and his faith honored. As the lord commands, work on with mind and hand, and look to Him for the blessing."
Semoga kita semua punya suatu konsep bahwa kita mengerjakan segala sesuatu untuk Tuhan. Pada waktu bisa menjadi student, gunakan kesempatan itu untuk belajar sebanyak mungkin, jadi yang terbaik. Pada waktu kita bekerja, berikan yang terbaik, belajar sebanyak mungkin, ingat bahwa kita mengerjakan semua ini untuk Tuhan. Kalo misal manager kita liatin kita, masa sih kita berani males? Sadarkah kita kalo Tuhan pencipta kita selalu liat mengawasi kita? Masih berani kerjain sesuatu setengah hati?
Kutipan terakhir saya ambil dari Spurgeon di buku yang sama.
[Stand firm at your work as though you heard Jesus say, "Whatsoever ye do, do it heartily, as to the Lord, and not unto men" (Col. 3:23).]
Semoga memberkati
Soli Deo Gloria
Dino
Kita jarang sekali menceritakan sisi lain dari bekerja di luar negeri, misalnya: pengeluaran yang besar, kesendirian, maupun tingkat stress yang tinggi. Sydney adalah satu kota yang menarik banyak orang untuk datang dan bekerja, apalagi dengan upah kerja minimum yang terbilang cukup besar. Saya pun datang dengan suatu pemikiran bisa hidup nyaman, enak, sambil banyak menabung.
Apakah gajinya besar? Mungkin iya. Apakah hidupnya nyaman? Hampir pasti tidak. Saya tidak bisa melihat dari perspektif orang-orang yang memang warga negara / memiliki status permanen di negara ini. Tetapi saya bisa melihat dari sudut pandang pemilik visa WHV / Student. Banyak yang datang dengan pemikiran untuk mencari uang sebanyak-banyaknya. Biaya hidup yang mahal, tempat tinggal, makan, transportasi, bahkan internet membuat orang terpaksa mencari kerja di beberapa tempat sekaligus (casual). Sehingga mau tidak mau untuk mendapatkan uang lebih, hari minggu yang sepatutnya untuk gereja pun harus "dikorbankan".
Saya pernah mengalami sendiri, dan mendengar keluhan orang lain tentang stress hidup di kota ini (Sydney). "Kerja sudah capek secara fisik, baru pulang ke rumah sebentar, udah lanjut ke kerjaan lain. Tapi kalo gak gini, gak bisa nutup biaya sekolah, tinggal, makan, dan lain-lain. Tiap hari kayak gini, gimanalah mau ke gereja hari Sabtu dan Minggu. Denger khotbahnya juga ga konsen."
Saya kemudian menyadari bahwa ada sesuatu yang keliru dalam cara pandang ini. Kita sebagai orang Kristen tidak hidup dalam dua identitas yang berbeda, identitas kita hari Senin - Jumat (bekerja) tidak berbeda dengan identitas kita hari Sabtu-Minggu (bergereja). Kita sebagai pribadi yang hidup di dunia kuliah, dunia kerja, adalah kita yang sama di dalam kita bergereja. Jika tidak, ini bahaya sekali, seperti ada dua pribadi yang hidup di dalam diri kita.
Dalam suatu khotbah di acara retreat Becoming a Wordly Saint, pak Agus menyinggung bahwa manusia memiliki banyak dimensi di dalam hidupnya. Tetapi melalui Kristus yang telah menebus kita, semua dimensi hidup kita menjadi satu integrasi. Saya percaya bahwa sekolah, kuliah, dan bekerja bukanlah sebuah kutukan, sehingga perlu penghiburan / pembiusan melalui khotbah yang menyenangkan telinga agar keesokan harinya kita siap menerima kutukan itu lagi. Saya mau katakan, Tidak! Kekristenan bukan opium!
Saya mengajak kita mengajak kita mengacu ke satu bagian dalam Alkitab, yaitu Kolose 3 ayat 23. Ayat ini menjadi salah satu yang saya pakai untuk menjadi acuan dalam kehidupan berkuliah dan bekerja.
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."
Waktu kita bersekolah, berkuliah, bekerja, selalu ingat bahwa ini semua kita kerjakan untuk Tuhan. Saya mulai menyadari prinsip ini waktu mulai berkuliah, itu sebabnya saya belajar dengan serius dan berusaha menjadi yang terbaik, mengingat bahwa saya melakukan ini untuk Tuhan. Saat bekerja pun begitu, selalu memberikan yang terbaik. Orang lain boleh kerja malas-malasan, saya sebagai orang Kristen gak boleh begitu. Orang lain boleh tipu-tipu jam kerja, tapi kita sebagai orang Kristen tidak boleh melakukannya. Sehingga spirit kita dalam berkuliah dan bekerja pun menjadi berbeda, kita tidak akan merasa jenuh dan frustasi sendiri.
Sehingga ibadah kepada Tuhan bukan hanya dilakukan pada hari sabtu-minggu saja, tetapi setiap hari, setiap jam, dan setiap detik bahkan, kita melakukannya untuk Tuhan. Kita harus ingat bahwa untuk bisa berkuliah dan bekerja adalah suatu anugerah yang Tuhan berikan kepada kita, tidak semua orang punya kesempatan untuk itu. Apa yang bisa kita pelajari dan kerjakan sekarang ini adalah sesuatu yang diizinkan oleh Tuhan, sehingga kita perlu sadar bahwa nanti kedepannya jika Tuhan mau pakai kita sudah siap.
Saya akan memberi contoh agar lebih mudah dimengerti. Jika dalam pekerjaan sekarang ini, kita bekerja sebagai supir, lalu ada kesempatan untuk belajar mengemudi truk / bus, kerjakan itu dengan pemikiran bahwa nanti kalo Tuhan perlu saya siap. Siapa tau nanti waktu gereja mau pindahan dan perlu orang yang bisa menyetir truk, kita bisa ikut ambil bagian di dalamnya. Jika kita sebagai bekerja sebagai IT dan mendapatkan kesempatan untuk belajar bkin website, belajarlah sebaik mungkin. Belajar dan kerja sebaik mungkin, gali potensi, sehingga nanti waktu gereja perlu mau bkin website, kita bisa mengatakan, "Gua bisa kerjain itu! Tuhan udah siapin lama untuk gua kerjain itu".
Contoh lainnya misalnya, kita mendapatkan pekerjaan yang menuntut kita berjalan kaki dalam jarak yang jauh. Jika kita menganggapnya sebagai suatu beban, suatu hari akan frustasi dan jenuh sendiri. Tetapi kalo kita pikir bahwa kita mengerjakan ini untuk Tuhan, mungkin ini adalah latihan yang Tuhan persiapkan agar siap menjalankan pekerjaannya. Siapa tau nanti kalo KKR Regional kita bisa ambil rute yang memerlukan jalan kaki yang terjauh? Oh betapa indahnya kalo kita menerapkan segala sesuatu, khususnya dalam studi dan bekerja dengan pemikiran bahwa kerjalan segala sesuatu untuk Tuhan. Di sekolah, kampus, tempat kerja kita bisa "pamer" bahwa kita adalah orang Kristen. Selalu kerjakan yang terbaik, dengan pemikiran bahwa segala sesuatu dikerjakan untuk Tuhan.
Saya kembali teringat beberapa peristiwa yang membuat saya semakin yakin dengan konsep ini. Misalnya pada waktu retreat gereja yang lalu, ada masalah yang terjadi dalam persiapan konsumsi. Makanan telat datang, dan ternyata banyak yang perlu kita kerjakan, misalnya bersih-bersih sendiri. Dalam situasi yang tidak terduga, ada salah satu pengurus yang dengan sigap mengerjakan semuanya. Dia dengan tenang mempersiapkan makanan, mengajari cara menggunakan mesin ini-itu, dan lain-lain. Kemudian saya baru ingat, dia ternyata pernah beberapa tahun bekerja di restoran fast food sehingga menjadi manajer di situ. Tuhan persiapkan dia sejak lama, untuk suatu saat kalo Tuhan mau pakai, dia bisa siap. Saat waktunya tiba, dia siap untuk kerjakan itu. Sebab kalo pas mau dipakai baru mau belajar mah uda keburu lagi.
Sungguh tepat yang dikatakan Spurgeon di dalam bukunya yang berjudul "Being God's Friend". Dia mengatakan, "Common life is the true place in which to prove the truth of godliness and bring glory to God. Not by doing extraordinary works, but by the piety of ordinary life, is the Christian known and his faith honored. As the lord commands, work on with mind and hand, and look to Him for the blessing."
Semoga kita semua punya suatu konsep bahwa kita mengerjakan segala sesuatu untuk Tuhan. Pada waktu bisa menjadi student, gunakan kesempatan itu untuk belajar sebanyak mungkin, jadi yang terbaik. Pada waktu kita bekerja, berikan yang terbaik, belajar sebanyak mungkin, ingat bahwa kita mengerjakan semua ini untuk Tuhan. Kalo misal manager kita liatin kita, masa sih kita berani males? Sadarkah kita kalo Tuhan pencipta kita selalu liat mengawasi kita? Masih berani kerjain sesuatu setengah hati?
Kutipan terakhir saya ambil dari Spurgeon di buku yang sama.
[Stand firm at your work as though you heard Jesus say, "Whatsoever ye do, do it heartily, as to the Lord, and not unto men" (Col. 3:23).]
Semoga memberkati
Soli Deo Gloria
Dino
Comments
Post a Comment