Memaksa diri untuk membaca

"Gua suka banget baca buku, membaca itu hal yang sangat menyenangkan," "Well, itu kan elu, gua sih enggak".

Ada orang yang memang sejak kecil suka sekali membaca, contoh paling jelas yang saya kenal ya kakak saya sendiri. Dia tipe orang yang sejak kecil, mungkin SD atau SMP, rajin membeli dan membaca buku. Kalo kalian tau orang yang mulai baca suatu buku, lalu ga keluar kamar hingga buku itu selesai dibaca, ya itu dia.

Tetapi ada orang yang sejak kecil tidak suka baca buku. Jangankan membaca, liat cover buku aja udah mulai pusing-pusing sendiri. Efek negatif dari bermain game dan menonton anime dalam jangka waktu yang panjang, membuat daya konsentrasi saya semakin pendek dan makin susah untuk membaca. Paling sedikit dalam sehari saya menghabiskan waktu untuk bermain game atau nonton anime sekitar 4 jam, paling banyak mungkin 12-16 jam. Saya terbiasa untuk sekedar menerima berbagai informasi dari layar komputer secara pasif. Tetapi saat membaca buku, kita harus secara aktif mengambil informasi tersebut. Sehingga bukan pergumulan yang mudah bagi saya untuk membaca buku.

Sejak bertobat tahun 2009 yang lalu, saya menyadari bahwa saya harus mulai untuk membaca buku. Saya menyadari bahwa banyak sekali waktu yang telah saya buang sebelumnya, sehingga harus 'menebus' waktu yang telah lewat itu. Sejak itu saya mulai memaksa diri untuk belajar membaca buku. Beruntung, punya kakak yang gemar membeli dan membaca, sehingga tinggal pinjam saja bukunya sama dia.

Saya mulai dari buku yang ditulis oleh pak Tong (Stephen Tong). Buat yang pertama kali mau mulai baca buku Kekristenan, saya sangat menyarankan untuk baca buku beliau. Bahasanya sangat mudah, sebab berasal dari khotbah-khotbah. Banyak sekali buku beliau yang sangat bagus, tapi untuk awal-awal, saya sarankan membaca Waktu dan Hikmat. Dari situ kita belajar apa itu waktu, dan belajar bertanggung jawab dalam menggunakan waktu.

Membaca yang semula dirasakan sulit sekali, perlahan menjadi lebih mudah dan terasa menyenangkan. Dari situ saya belajar bahwa, untuk bisa menyukai sesuatu (dalam hal ini membaca), perlu adanya suatu effort yang harus dikeluarkan. Kita tidak akan bisa membaca buku jika kita tidak memulainya. Dan yang terpenting adalah, kita perlu menyadari bahwa membaca bukan suatu pilihan, tetapi sebuah keharusan kalo kita mau bertumbuh.

Tentu sulit, tetapi kita harus memaksa diri kita untuk melakukannya. Sambil berdoa minta pertolongan Tuhan, harusnya nanti bisa makin mudah dan bisa menjadi suka membaca buku. Sejak itu saya mulai membaca banyak buku Kekristenan, buku novel, komunikasi, dan topik lainnya.

Tidak terasa 8 tahun sudah berlalu sejak saya mulai membaca. Saya menyadari bahwa Tuhan banyak berbicara melalui buku-buku yang saya baca. Terkadang dalam suatu pergumulan tertentu, Tuhan menjawabnya melalui buku yang sedang saya baca. Tentunya, kita perlu berhati-hati juga dalam memilih buku. Kita perlu cari penulis-penulis yang baik, sehingga kita juga menerima makanan yang bermutu.

Saat saya mulai memasuki bangku perkuliahan, saya mulai membaca buku mengenai filsafat, cara berpikir, dan lain-lain. Tetapi sebelum itupun, saya sudah mendapatkan pengenalan-pengenalan secara umum melalui banyak buku dari Pak Tong. Saya tidak terlalu ingat persis apa urutannya, tetapi saya mulai dari sudut pandang Kristen, misalnya Colin Brown, Francis Schaeffer, Ravi Zacharias, Van Til, Vern Poythress dan juga dari sudut pandang kaum non-kristen, misalnya Nietzche, Bertrand Russell, Paul Lafargue, Goethe, Dostoevsky, Roland Barthes, Sigmund Freud, Marquis de Sade, dll.

Ada beberapa hal yang mau saya tekankan waktu kita mulai membaca buku. Kita harus selalu ingat bahwa buku itu ditulis oleh seseorang. Segala yang ditulis itu bisa benar atau salah. Sehingga jangan langsung menelan ide mereka mentah-mentah dan menganggapnya sebagai sesuatu kebenaran. Kita perlu hati-hati dalam membaca buku. Sebab semua orang bisa menulis buku, bahkan saya sendiri pernah ditanya apakah ada minat untuk menulis buku oleh salah satu penerbit buku di Indonesia. Tentu saya langsung menolak, saya tidak merasa cukup kredibel untuk menulis suatu buku. Sungguh mengejutkan bahwa seseorang tinggal kutip sana-sini, bicara-bicara sedikit pendapat, lalu bisa dijual dalam bentuk buku.

Dalam pembelajaran saya di perkuliahan, saya membaca buku non Kristen jauh lebih banyak dibandingkan buku Kristen. Bahkan thesis S1 dan S2 saya pun memakai dasar pemikiran dari tokoh Postmodern, yaitu Roland Barthes, meskipun ada kombinasi diskursus dari Teun Van Djik nya juga. Sehingga saya lebih banyak memberikan makanan ke otak tentang konsep-konsep dari orang-orang atheis.

Suatu hari saya menyadari ini hal-hal yang salah, tapi dirasakan make sense juga. Saya tidak melarang kita membaca buku-buku tersebut, tetapi kita perlu hati-hati sekali dalam membacanya. Kalo hal-hal itu yang kita konsumsi setiap hari, jangan heran kalo kita sulit untuk bertumbuh dalam beriman kepada Tuhan. Bagaimanapun juga apa yang kita 'makan' pasti membentuk cara berpikir kita.

Saya lupa persisnya kapan, dan tulisannya siapa. Entah Goethe atau Nietzche mungkin. Dikisahkan dalam sebuah novel. Ada satu anak laki-laki yang lahir di keluarga pendeta. Saat itu, profesi pendeta dipandang sebagai sesuatu yang rendah. Mereka hidup dalam kemiskinan, sehingga bapaknya yang berprofesi sebagai pendeta harus berkeliling ke rumah-rumah jemaat, mengetuk pintu, lalu meminta-minta uang. Sang anak yang melihat kondisi ini kemudian marah kepada ayahnya. Ayahnya berusaha untuk menjelaskan bahwa profesinya sebagai Hamba Tuhan adalah suatu panggilan dari Tuhan. Tetapi hal itu tidak bisa diterima olehnya. Dia mulai tumbuh sebagai anak yang memandang rendah profesi Hamba Tuhan, gereja, orang kristen, dan tentu saja akhirnya kepada Tuhan.

Penulis membuat cerita itu sedemikian nyata, dan membuat kita berpikir bahwa apa yang dilakukan oleh anak itu sesuatu yang make sense juga. Saya menyadari bahwa ini adalah hal yang salah, tetapi rasanya ada masuk akalnya juga. Coba saudara bayangkan, kalo kita bacanya buku kayak begini, gimana kita ga jadi ateis.

Saya tidak bilang iman yang sejati itu tidak takut uji, tapi kalo kita bacanya kayak begini terus ya pasti susah bertumbuh lah. Khususnya kalo kita baca tulisan-tulisan yang dikemas dalam bentuk novel, cerpen, seperti yang diatas ini. Kita perlu sangat hati-hati, karena filsafat yang dipercayai oleh sang penulis dikemas dalam berbagai produk budaya (lagu, puisi, film,dll). Mungkin detail soal produk budaya akan saya coba bahas secara tersendiri.

Hingga kini pun, saya punya beberapa buku yang ingin saya baca, misalnya Moby Dick, Utopia, dan lain-lain. Tapi rasanya Tuhan gak mau saya baca itu dulu. Tuhan jelas sedang suruh saya untuk baca buku tentang dasar-dasar Kekristenan, atau biografi tokoh Kristen. Dan puji Tuhan memang saya mendapatkan berkah banyak sekali dari buku tersebut, dan pergumulan-pergumulan yang saya hadapi dijawab oleh Tuhan melalui buku-buku tersebut.

Jangan harap anda akan semakin kenal Tuhan, kalo bacaanya yang nulis orang yang gak kenal Tuhan. Buku-buku yang ditulis oleh orang yang murni takut akan Tuhan, misalnya Nabeel Qureshi, Spurgeon, Elisabeth Elliot sangat membantu kita untuk semakin mengenal Dia.

Saya baru kepikiran karena lagi banyak waktu kosong, yang saya isi dengan membaca dan menulis. Lalu semalam ada seorang teman yang menanyakan, "Hari ini ngapain aja?" Kemudian saya menjawab, "Hari ini cuma ke perpustakaan, lalu baca buku aja. Tapi mulai pusing juga kebanyakan baca". Dia kembali bertanya, "Udah baca buku apa aja?".

Lalu saya mulai merefleksi diri, dalam 2 minggu terakhir, saya merasa sudah baca buku banyak sekali. Berikut adalah listnya:

Knowing God by J I Packer (Setengah)
Grace by Spurgeon (Selesai)
Being God's Friend by Spurgeon (Selesai)
Sinners In The Hand of An Angry God by Jonathan Edwards (Cuplikan khotbah, Selesai)
Passion and Purity by Elisabeth Elliot (Selesai)
Potrait of Calvin by T.H.L Parker (Setengah)
The Suprising Work of God by Jonathan Edwards (Selesai)
Only a Prayer Meeting! by Spurgeon (Lagi baca)

Saya mendadak terkejut menyadari bahwa yang saya kira sudah baca banyak, ternyata baru menyelesaikan 5 buku saja dalam 2 minggu terakhir. Tuhan seperti tegur, "Masih kurang, harusnya bisa baca lebih banyak." Saya menyadari ini masih sangat kurang, tokoh besar yang Tuhan bangkitkan dalam sejarah, C H Spurgeon, dikatakan rata-rata membaca 6 buku setiap minggunya. Sejak usia 6 sudah mulai baca The Pilgrim Progress by John Bunyan, dan kemudian terus membacanya hingga ratusan kali dari awal hingga akhir. Tokoh yang lain yang Tuhan pakai besar-besaran, John Sung, membaca Alkitab kurang lebih 40 kali dari Kejadian hingga Wahyu dalam waktu kurang dari setahun.

Saya mengajak kita semua untuk belajar membaca buku yang baik. Cari penulis-penulis yang baik, dan coba baca karya-karya mereka. Bisa juga bertanya ke teman yang mungkin lebih tau, untuk memberikan saran buku apa yang baik. Semoga kiranya kita menyadari betapa pentingnya, dan mau untuk belajar membaca buku. Artikel ini saya tutup dengan quote dari Spurgeon.

“Give yourself unto reading. The man who never reads will never be read; he who never quotes will never be quoted. He who will not use the thoughts of other men’s brains, proves that he has no brains of his own. You need to read. . . . We are quite persuaded that the very best way for you to be spending your leisure time, is to be either reading or praying. You may get much instruction from books which afterwards you may use as a true weapon in your Lord and Master’s service. Paul cries, “Bring the books” — join in the cry.” - Spurgeon



Semoga memberkati

Soli Deo Gloria



Dino





Comments

Popular Post

6 ciri-ciri pertobatan yang sejati

My Experience - Food Combining VS Autoimmune

Food Combining Changed My Life